Jika kita berbicara tentang Depok, mungkin yang terlintas di pikiran kamu adalah sebutan Belanda Depok atau Bule Depok dan kampus-kampus besar seperti Universitas Indonesia, Universitas Gunadarma, dan kampus-kampus lain. Jika berbicara soal destinasi wisata, mungkin yang kamu ingat adalah Taman Mekarsari, D’Kandang Amazing Farm, dan tempat-tempat lain yang sering ada di pemberitaan media.
Namun, tahukah kamu bahwa di Depok juga ada destinasi sejarah? Destinasi ini berupa tugu peringatan yang dibangun pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia, disebut Tugu Cornelis Chastein
Pembangunan tugu ini tentu memiliki sejarah yang erat dan panjang dengan Kota Depok.
Yuk, cek artikel ini untuk tahu kisahnya!
Cornelis Chastelein dan sebidang tanah di beberapa wilayah di sekitar Jakarta
Cornelis Chastelein merupakan orang Belanda yang datang ke Indonesia pada 1675 untuk bekerja pada Vereenidge Oostindische Copamgnie (VOC). Saat pertama kali datang ke Indonesia, ia menetap di Batavia (Jakarta) dan bekerja untuk VOC.
Namun pada 1691, ia memutuskan untuk berhenti bekerja untuk VOC karena prinsip kekerasan yang diterapkan oleh pemimpin VOC yang baru memerintah saat itu.
Setelah berhenti bekerja untuk VOC, Chastelein membeli sebidang tanah untuk pertanian di beberapa wilayah di sekitar Jakarta. Awalnya ia membeli tanah di Gambir dan Senen.
Setelah itu, ia membeli tanah di daerah pinggiran Jakarta, yaitu Karang Anyar (Cinere), Mampang, Depok (Depok Lama), dan dua wilayah kecil di seberang Kali Ciliwung. Tanah tersebut dinamakan Depok dan memiliki luas 1244 Ha. Dulunya tempat tersebut adalah wilayah padepokan, sehingga Chastelein menyingkat kata “padepokan” dan memberi nama untuk wilayah barunya.
Setelah membeli tanah, Chastelein mulai mempekerjakan ratusan orang untuk membenahi lahan pertanian tersebut. Orang-orang tersebut didatangkan dari berbagai wilayah timur Indonesia, sebagian besar dari Sulawesi dan Bali.
Wafatnya Chastelein dan pembangunan tugu
Pada 1714, Cornelis Chastelein meninggal dunia. Ia sempat mewariskan surat wasit yang berisi bahwa semua lahannya akan diwariskan kepada masing-masing 12 marga tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, muncullah pertikaian di antara mereka.
Oleh karena itu, pada 1913, setelah struktur pemerintahan di wilayah Depok berkali-kali diperbaiki, akhirnya ditunjuklah satu orang untuk menjadi presiden. Ia adalah M.F. Gerit Jonathans.
Mulai saat itu, keadaan di Depok semakin membaik. Masyarakat mulai bisa mengatur perekonomian dan bertani secara mandiri.
Tugu Cornelis Chastelein sempat dibongkar
Tugu Cornelis Chastelein yang saat ini berada di Kecamatan Pancoran Mas, Depok, sudah mulai dibangun sejak tahun 1914 untuk memperingati 200 tahun kematian Chastelein.
Namun pada 1952, tugu tersebut dibongkar oleh 12 marga tersebut karena saat itu takut ada ancaman terhadap hal yang berkaitan dengan Belanda. Mereka takut para pejuang kemerdekaan RI marah karena Kaoem Depok dekat dengan seorang yang berasal dari Belanda.
Pada 2014, tugu tersebut dibangun kembali oleh Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) Depok.
Dari cerita tersebut mungkin hal itu yang melatarbelakangi sebutan Belanda Depok atau Bule Depok.