Dalam sebuah pidato di Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945, Soekarno pernah dengan lantang mengatakan, “negeri ini, Republik Indonesia bukan milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, juga bukan milik suatu adat istiadat tertentu. Tapi milik kita semua, dari Sabang sampai Merauke”
Sudah sejak dahulu, Indonesia dikenal sebagai negara multi-etnis. Dengan wilayah yang memiliki banyak pulau, menjadikan negeri ini dihuni tidak hanya beberapa etnis atau suku tapi ribuan etnis dan suku.
Merujuk pada sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki sekitar 1.340 suku bangsa. Tentunya ribuan suku bangsa tersebut sudah ada di tanah air sebelum kemerdekaan. Lantas bagaimana dengan banyaknya suku dan etnis ini bisa bersatu demi kemerdekaan?
Jawabannya satu: sama-sama tertindas penjajah.
Kesamaan itu lah yang akhirnya membuat ribuan suku dan etnis tersebut bersatu. Berjuang habis-habisan demi kemerdekaan Indonesia. Berikut catatan sejarah peran sejumlah suku dan etnis dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yang diolah dari berbagai sumber.
Suku Jawa
Suku Jawa berperan sebagai motor pergerakan direpresentasikan dalam diri Soekarno, sejak muda bercita-cita untuk memperjuangkan kemerdekaan. Ia membentuk PNI sebagai kendaraan politik untuk memperjuangkan cita-cita tersebut. Banyak organisasi pergerakan juga lahir di tanah Jawa. Budi Utomo (Boedi Oetomo) salah satunya.
Organisasi yang digagas Dr.Wahidin Sudirohusodo dan didirikan oleh Dr.Soetomo beserta para mahasiswa STOVIA, Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908 ini dikenal sebagai organisasi pertama yang memiliki wacana untuk membangun kesadaran rakyat Indonesia untuk berjuang lepas dari penindasan penjajah.
Banyak pahlawan kemerdekaan yang berasal dari suku Jawa. Sebut saja Sutomo (Bung Tomo), Dr. Tjiptomangunkusumo, Jendral TNI Purn. Gatot Soebroto, Ki Hajar Dewantaram dan lain sebagainya.
Suku Sunda
Berbicara peran suka Sunda dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari salah satu organisasi tertua di tanah Jawa, Paguyuban Pasundan. Paguyuban Pasundan adalah organisasi budaya Sunda yang berdiri sejak tanggal 20 Juli 1913,
Meski berorientasi pada pendidikan dan kebudayaan, bukan berarti organisasi ini tak terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam buku “Kiprah Politik Paguyuban Pasundan Periode 1927-1959” (Jurnal Ilmiah UPI: 5), menyebutkan bahwa Paguyuban Sunda memiliki peran aktif dalam badan PPPKI yang digelar di Bandung pada tanggal 17-18 Desember tahun 1927.
Berusaha memecah belah orang Sunda di masa pergerakan, Belanda membentuk Partai Rakjat Pasundan. Partai ini dipimpin R.A.A.M.M Soeria Kartalegawa. Partai ini dibentuk tujuan ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia. Merasa namanya terseret dalam pembentukan partai tersebut serta tidak ingin melepaskan diri dari Indonesia, Paguyuban Pasundan lalu menentang adanya membentuk Partai Rakjat Pasundan.
Beberapa pahlawan kemerdekaan Indonesia pun berasal dari Sunda. Sebut saja Iwa Kusuma Sumantri, Raden Aria Adipati Wiranatakusuma yang pernah menjabat sebagai anggota BPUPKI, Oto Iskandardinata (anggota Volksraad setara DPR pada masa Hindia Belanda).
Suku Betawi
Pada zaman kolonial Belanda tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu.
Satu dari sekian banyak kisah suku Betawi memperjuangkan kemerdekaan adalah dengan terlibatnya para pendekar atau jawara.
Sejumlah jawara atau jagoan Betawi ikut terlibat dalam berbagai pemberontakan para petani seperti di Condet, Jakarta Timur (1916), Slipi, Tanah Abang dan Cakung (1913), serta Tangerang 1924 dan Tambun (1869). Mereka berontak mencegah pasukan VOC dan tuan tanah jahat yang akan melakukan penyitaan terhadap kediaman para petani karena tidak sanggup membayar blasting (pajak) hasil bumi.
Arab
Tak hanya dari suku asli Indonesia, etnis lain yang telah lama tinggal di tanah air merasa harus ikut berjuang dalam kemerdekaan. Salah satunya etnis Arab. Habib Abubakar bin Ali Shahab misalnya. Pria keturunan Arab-Indonesia ini misalnya. Di Tanah Abang, Habib Abubakar bersama-sama sejumlah Alawiyyin juga mendirikan sekolah. Tujuannya untuk menghimpun kekuatan umat Islam dan sekaligus melawan propaganda-propaganda Belanda yang anti Islam.
Tokoh keturuanan Arab lainnya yang tak kalah penting dalam pergerakan kemerdekaan Indoneisa adalah Abdurahman Baswedan. Pria yang dikenal sebagai diplomat dan sastrawan ini bahkan mengajak para keturunan Arab atau timur tengah untuk menganut asas kewarganegaraan ius soli, di mana saya lahir, di situlah tanah airku.
Tionghoa
Didi Kwartanada, ahli sejarah Tionghoa Indonesia, seperti dikutip dari Republika mengungkap kontribusi masyarakat etnis tionghoa dalam kemerdekaan Indonesia. Didi menyebut setidaknya ada empat orang keturuan Tionghoa yang menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Keempat tokoh tersebut adalah Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoei, Oei Tjong Hauw, MR Tan Eng Hoa.
Etnis Tionghoa juga berperan dalam menjadikan pers sebagai corong pergerakan. Lewat koran Sin Po, masyarakat Tionghoa berani menyuarakan nasionalisme Indonesia di tengah ketakutan surat kabar bumiputra memberitakan persoalan politik Hindia Belanda.
Kemerdekaan Indonesia tidak hanya diperjuangkan suku dan etnis yang telah di sebut di atas, namun semua suku dan etnis yang ada tanah air dari Sabang sampai Merauke memiliki peran yang amat besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tak hanya pemikiran, harta bahkan nyawa sekalipun mereka pertaruhkan demi satu tujuan: Indonesia merdeka.
Mari singkirkan ego, Kita berjabat tangan satu sama lain demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.