Sebagai orang Indonesia yang mengikuti perkembangan karya-karya anak bangsa, kamu pasti pernah mendengar istilah “Gatot Kaca Terbang”. Sebutan ini merupakan istilah yang disematkan untuk pesawat pertama buatan salah satu putra terbaik Indonesia, BJ Habibie, pesawat N250.
Selain menjadi pesawat pertama Indonesia, N250 juga istimewa karena perakitannya melibatkan ribuan orang-orang cerdas. Bagaimana tidak, dalam perakitan mesin pesawat ini , ada 4000 insinyur yang terlibat. Lebih dari 35 orang di antaranya merupakan lulusan S2 dan sekitar 100 orang merupakan lulusan S3. Betapa bangganya kita sebagai orang Indonesia.
Namun, saat ini pemandangan N250 di langit Indonesia hanya tinggal kenangan. Yuk, baca artikel di bawah dan simak sejarah panjangnya !
Pengembangan pesawat digawangi oleh PT IPTN
PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT IPTN), yang kini menjadi PT Dirgantara Indonesia, mengawali pengembangan pesawat N250 pada 1987. Lahirnya pesawat ini didukung oleh berbagai mesin canggih, salah satunya adalah mesin turboprop. Selain itu, terdapat mesin lain yang biasanya digunakan untuk rakitan pesawat tempur.
Dengan kombinasi mesin canggih tersebut, pesawat kebanggan tanah air ini dapat mengalahkan kecepatan pesawat buatan luar seperti ATR 42-500 (Prancis) dan Dash 8-300 (Kanada).
Nama N250 diangkat ke tingkat internasional
Pada 1989, pesawat N250 ditampilkan perdana di dunia internasional, yakni di Paris Air Show. Tentu saja Indonesia bangga dengan hal tersebut. Apalagi saat itu banyak media yang mempublikasi penampilan N250.
Di sisi lain, publikasi ini membuat para perakit N250 was-was karena takut desain dan mesinnya ditiru oleh perusahaan pesaing.
Puncak kebanggaan dunia dirgantara Indonesia: produksi pesawat dan lahirnya N250 Gatot Kaca
Pada 1992, produksi pesawat N250 mulai dilakukan. Pemotongan pertama material dilakukan oleh BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai direktur utama PT IPTN. Saat itu, komponen pesawat pertama yang dibuat adalah sayap kiri atas.
Dua tahun setelah itu, yaitu tahun 1994, merupakan waktu yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Soeharto yang saat itu menjadi presiden, meresmikan pesawat N250 yang diberi nama N250 Gatot Kaca. Pesawat ini dapat menampung hingga 50 penumpang, di mana penumpang pertamanya adalah karyawan-karyawan PT IPTN sendiri.
Setelah memberi nama N250 Gatot Kaca, Soeharto kemudian memberi nama untuk 3 prototipe lain, yakni Krincingwesi, Koconegoro, dan Putut Guritno. Masing-masing pesawat ini berkapasitas 70 penumpang.
Sejarah sukses perakitan N250 berlanjut
Tepat di peringatan 50 tahun Indonesia merdeka, yakni pada 1995, N250 Gatot Kaca diterbangkan untuk pertama kali.
Di tahun yang sama, BJ Habibie menandatangani sebuah deklarasi yang menyepakati soal pendirian pabrik perakitan pesawat N250 oleh PT IPTN di Alabama, Amerika serikat. Selain itu, perakitan N250 juga dilakukan di Jerman.
Dua tahun setelahnya, yakni pada 1997, N250 Gatot Kaca terbang perdana ke luar Indonesia, yakni ke Prancis. Rute yang diambil saat berangkat ke Prancis berbeda dengan rute saat kembali ke Indonesia.
Penerbangan yang dilakukan berjalan dengan aman dan lancer. Tentu saja hal ini mengejutkan dunia internasional. Bagaimana kita tidak bangga sebagai bagian dari Indonesia?
Terpapar dampak besar krisis moneter
Kesuksesan N250 ternyata terhalang oleh krisis moneter di Indonesia yang mulai terjadi pada 1998. Krisis ini membuat berbagai proyek perakitan N250 terpaksa dibatalkan karena tingginya harga material. PT IPTN tidak kuat membiayai perakitan pesawat yang menghabiskan biaya tidak sedikit.
Bukan hanya itu, PT IPTN juga terpaksa harus melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan-karwayannya dalam beberapa gelombang.
Sejak krisis tersebut, pesawat N250 hanya parker di hangar PT Dirgantara Indonesia.
Selamat beristirahat, Kebanggaan
Setelah sebelumnya tidak bergerak sejak krisis moneter, akhirnya N250 kembali berpindah tempat. Namun kali ini perpindahannya dilakukan melalui jalur darat dari Bandung ke Yogyakarta, itupun setelah adanya pembongkaran badan pesawat terlebih dahulu.
Pesawat ini tiba di Yogyakarta, dirakit kembali, dan diistirahatkan di museum Muspusdirla Yogyakarta hingga waktu yang belum ditentukan. Selamat beristirahat untuk pesawat kebanggaan nusantara.
Untuk kita sebagai generasi penerus bangsa, tetaplah semangat berkarya. Tunjukkan pada dunia bahwa Indonesia bisa. Jika generasi sebelumnya telah berhasil mengukir cerita bersejarah di dunia kedirgantaraan, yuk, kita buat inovasi teknologi lain.
Atau, jika tertarik membangun kembali N250-N250 yang lain, kenapa tidak?