27.4 C
Indonesia
Tuesday, October 3, 2023
spot_img

Pernah Jadi Eksportir Besar, Ini Sejarah Industri Gula Indonesia

Industri gula sendiri  menjadi industri tertua dan unggulan sejak jaman kolonialisme. Pada era sebelum Perang Dunia II tahun 1930-1940, pulau Jawa menjadi salah satu penghasil gula terbesar di dunia, sekaligus sebagai pengekspor gula terbesar kedua setelah Kuba.

Saat itu pabrik gula di Indonesia bisa menghasilkan hingga 3 juta ton per tahun dengan luas areal lahan tebu sebesar 200.000 hektare.

Tahun 1870 sistem politik liberal resmi diterapkan. Kebijakan ini menjadi awal kemunculan industri gula di tanah air.

Eksportir Gula Dunia Saat Hindia Belanda

Usai penerapan politik liberal, pengusaha Belanda yang berbondong-bondong untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda.  Salah satu bidang yang menarik bagi pemilik modal adalah industri gula..

Salah satu pabrik gula yang terkenal adalah Pabrik Gula Cepiring. Pabrik yang berada di Kendal, Jawa Tengah ini merupakan peninggalan Hindia Belanda yang dibangun pada tahun 1835, dikelola oleh swasta  N. V. tot Exploitatie der Kendalsche Suikerfabrieken, setelah sebelumnya pengelolaan ada pada Hindia Belanda.

Pemilihan lokasi pabrik direncanakan matang-matang. Pabrik biasanya berada di desa yang berada di dataran rendah dan cenderung datar. Ini untuk mempermudah pembangunan pabrik dibandingkan di daerah yang memiliki pola berkontur. Lokasi pabrik juga dekat dengan sungai  guna mengamangkan  ketersediaan air dibutuhkan untuk menggerakan roda mesin pabrik.

Zaman kolonial Hindia Belanda, Indonesia pernah menjadi negara eksportir kedua terbesar dunia setelah Kuba, tepatnya pada dekade 1930-an dengan produksi mencapai 3 juta ton

Dalam industri gula di masa Hindia Belanda,  jumlah pekerja yang diperlukan sangat banyak. Hal ini dikarenakan pada masa kolonial, lahan tebu yang sangat luas memerlukan perawatan intensif dan juga pekerjaan produksi gula.

Para pekerja atau buruh dipaksa kerja paksa. Selain dipekerjakan didalam pabrik, juga dimanfaatkan untuk menebang dan mengangkut pohon. Sehingga dalam pelaksanaan pembukaan lahan tebu, selain memaksakan masyarakat untuk melepaskan tanahnya sebagai lahan tebu.

Pelepasan tanah rakyat untuk jadi lahan tebu mendorong bermunculan pabrik-pabrik gula lainnya di tanah Jawa.

Industri Gula Mandek Usai Merdeka

Setelah kemerdekaan, pabrik-pabrik gula yang dulunya milik Belanda kini jatuh ke tangan pemerintah Indonesia.  Sempat mengalami pengurangan lahan dan pekerja pada sekitar tahun 1930-an saat masih dikelola Hindia-Belanda, pasca kemerdekaan atau tepat pada tahun 1952, lahan-lahan tebu kembali diperluas oleh pengusaha industri gula tanah air.

Meski masih memanfaatkan sisa lahan, pabrik, dan manajemen peninggalan Hindia Belanda. Namun, produksi gula di Indonesia pasca kemerdekaan, kondisinya tidak ada peningkatan yang signifikan.

Ini tidak terlepas banyaknya kepentingan politik dalam pengelolaan industri gula di Indonesia. Akibatnya marjin perusahaan gula mandek. Imbas lebih jauh, pemilik pabrik tak lagi memiliki kemampuan untuk perluasan lahan tebu, bahkan untuk mendirikan pabrik baru pun sulit. Keuntungan yang didapat hanya untuk membayar gaji pegawai dan pemeliharaan peralatan.

Namun, nasib pekerja industri gula pada masa pasca kemerdekaan cukup baik, karena dari kesejahteraan diperhatikan. Sejumlah mess dibangun di sekitar kawasan pabrik untuk tempat tinggal pekerja.

Ketergantungan Impor Hingga Kini

Jika pada masa Hindia Belanda, Indonesia dikenal sebagai eksportir gula, kini berubah. Indonesia lebih memilih mengimpor gula dari negara tetangga untuk mencukupi kebutuhan gula dalam negeri.

Prose impor gula sudah dilakukan sejak tahun 1967, namun seiring pertambahan penduduk, jumlah konsumsi meningkat, dan kondisi sosial politik pasca reformasi, kebutuhan impor gula semakin menggila. Pada 2014 lalu, misalnya, Indonesia mengimpor 65,8 ribu ton gula dengan nilai sekitar 35,7 juta dolar AS atau setara Rp428 miliar, demikian data Comtrade 2014 menyebut.

Lantas bagaimana kondisi pekerja dan pabrik gula di Indonesia kini?

Maraknya gula impor yang menyerbu pasar Indonesia, disinyalir membuat harga gula petani kian anjlok. Tidak hanya petani yang menjadi imbas, pekerja di pabrik gula pun turut merasakan dampaknya. Banyak pekerja yang di-PHK untuk memotong pengeluaran dari sektor gaji dan mengalokasikan untuk sektor lain seperti perawatan pabrik serta pembagian saham.

Bahkan seperti dikutip dari Detik.com, salah satu pabrik gula di Jawa Barat yang tergabung dalam PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X itu, terpaksa membayar gaji 1.300 karyawan dengan gula pasir!

Alih-alih membuat pabrik baru, sejumlah pabrik gula lama berguguran. Biaya perawatan yang tidak sedikit, baik untuk gedung dan peralatan membuat sejumlah pabrik berhenti beroperasi. Pabrik yang merupakan peninggalan Belanda berubah menjadi cagar budaya.

Proses Pengelolaan Tebu Hingga jadi Gula

Dari sejak zaman Hindia Belanda hingga kini, proses pengelolaan tebu hingga menjadi gula pasir seperti yang ditemukan di pasaran tidak banyak berubah. Yang berubah hanya dari peralatan, sistem keamanan kerja, dan pencatatan.

Tahap pertama, tebu yang sudah dipanen lalu dipilah yang matang dan segar untuk kemudian masuk proses penggilingan untuk mendapatkan nira yang berkualitas. Proses penggilingan bisa memakan dilakukan sampai sepuluh kali.

Setelah dimurnikan dan diuap sedemikian rupa, kemudian cairan nira dikristalkan dalam penguapan hingga pengkristalan dibantu zat kimia antara lain kalsium oksida untuk menghilangkan ketidakmurnian dan campuran tersebut kemudian diputihkan dengan belerang dioksida hingga melalui proses sedemikian rupa jadilah butiran gula pasir yang ada sekarang.

sumber: Detik.com, Tirto.id, Akurat.co, ipb.ac.id, agroindustri.id,

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

20,753FansSuka
3,878PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles