Depok yang kini dikenal sebagai kota modern. Banyak pusat perbelanjaan dimana-mana dan jalanan padat akan kendaraan bermotor ternyata menyimpan masa lalu yang kelam dan memilukan antar sesama warga pribumi.
Seperti kita tahu, Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, namun jauh sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Depok sudah menyatakan sebagai negara berdaulat.
Sejak 28 Juni 1714, mereka sudah punya tatanan pemerintahan sendiri, Gemeentebestuur Depok atau dikenal dengan Penerus Tanah Depok. Bahkan saking istimewanya, masyarakat Depok mengadakan pemilihan presiden setiap tiga tahun sekali.
‘Perbedaan’ yang terjadi di Depok tidak bisa dilepaskan dari sosok oleh Cornelis Chastelein ( 1657-1714 ). Chastelein dikenal sebagai saudagar VOC generasi awal memutuskan pensiun sebagai pegawai VOC.
Ia kemudian lalu membeli tanah yang dikenal dengan Depok lalu memerdekakan para budak. Cornelis Chastelein kemuda menjadi tuan tanah lalu menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri.
Kembali ke peristiwa Gedoran. Seperti yang disebutkan dalam Depok Lama Project, gaya hidup yang dijalani orang Depok kala itu memang berbeda dengan warga di sekitarnya. Selain menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa keseharian, mereka juga hidup dengan fasilitas yang lebih baik.
Pada masa itu, masyarakat Depok lama telah mendapat fasilitas listrik dan telepon. Mereka juga lebih suka mendengar saluran radio milik Belanda, karena ketidakmampuan mereka dalam berbahasa Indonesia.
Saat berita kemerdekaan dikumandangkan, tentu saja saluran radio Belanda tidak menyiarkan berita tersebut. Hal ini menyebabkan tidak adanya bendera merah-putih yang dikibarkan di Depok dalam rangka perayaan kemerdekaan kala itu.
Tepat pada tanggal 7 Oktober 1945, terjadi penangkapan kaum Depok oleh sekelompok orang tidak dikenal. Sekitar 4000 orang menyerang Depok lama dari segala penjuru. Terjadi pemberontakan dan pembantaian besar-besaran. Rumah-rumah warga Depok digedor dan dirusak, para pemiliknya pun ditawan.
Laki-laki dan perempuan dipisahkan. Para lelaki dibawa paksa ke Paledang, Bogor, sedangkan tawanan perempuan dan anak-anak dikumpulkan di gedung pemerintahan Depok kala itu. Belum diketahui secara pasti siapa pelaku pemberontakan Gedoran Depok. Ada yang beranggapan bahwa warga sekitar Depok Lama lah pelakunya.
Hal ini dikarenakan adanya kesenjangan sosial yang terjadi di Depok. Fasilitas kehidupan kaum Depok yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan warga di sekitarnya memang mungkin sekali menimbulkan rasa kecemburuan.