Pangeran Aria Cirebon adalah penulis naskah kuno Cirebon yang sangat masyhur: Purwaka Caruban Nagari. Sang pangeran berasal dari Kraton Kasepuhan karena dirinya adalah putra Pangeran Martawijaya (Sultan Sepuh [SS I]).
Pada saat SS I meninggal dunia di tahun 1697, permaisurinya mengirim surat diplomatik ke Batavia dan merekomendasikan agar yang menjadi suksesor tahta adalah Pangeran Aria Cirebon karena ia dianggap lebih “kompeten.”
Walaupun Pemerintahan Agung VOC berharap hal yang sama, mereka sadar bahwa langkah yang diambil dalam persoalan ini tidak boleh gegabah, harus dipikir jernih. Terlebih saudara tuanya, P. Dipati Anom, berharap hal yang sama.
Mengambil jalan tengah, pihak Batavia memanggil kedua pangeran untuk datang ke benteng mereka pada tahun 1698. Setelah diskusi yang panjang, perselisihan keduanya berhasil ditengahi dengan solusi kesepakatan dalam pembagian kekuasaan.
Melalui kontrak tahun 1699, Kasepuhan dibagi dua, dengan P. Dipati Anom menjadi Sultan Kasepuhan II dan P. Aria Cirebon menjadi Sultan Kacirebonan / Kaaryaan I. Seluruh cacah dan wilayah milik SS I, dibagi secara adil untuk kedua keluarga pangeran.
Dalam sejarahnya, P. Aria Cirebon dikenal sebagai tokoh yang sangat pandai dalam mengelola kekuasaannya. Ia tidak hanya mahir dalam mengatur rakyat, namun juga dapat secara aktif menjaga hubungan baiknya, baik dengan keluarga ningratnya maupun Kompeni.
Karakternya itu, mengantarkan Sang Sultan Kacirebonan Awal menjadi sosok yang memiliki citra positif di mata semua pihak. Hal ini membuat ia sangat dipercaya oleh petinggi VOC sehingga kemudian ia diangkat sebagai Opsigter over alle de Regent Preangerlanden.
Perhatian P. Aria Cirebon tidak hanya ditujukan pada bidang sosial politik semata, namun juga terhadap aspek kebudayaan. Dalam maklumatnya kepada seluruh penduduk Priangan, ia memerintahkan untuk memegang teguh adat tradisi masyarakat.
Yang fenomenal dari kecintaannya terhadap budaya itu, tentu saja ditelurkannya magnum opus Sang Sultan: Purwaka Caruban Nagari. Sebab, hal itu tidak hanya menampakkan kesadaran sejarahnya saja, namun juga memperlihatkan upaya dalam pelestariannya.
Meski pada waktu selanjutnya, kekuasaan P. Aria Cirebon punggel (terputus) pada generasi ketiga, namanya tetap dapat dikenali dengan baik. Bagaimanapun, Purwaka Caruban Nagari menjadi Eternal reminder tentang kiprahnya dalam sejarah Cirebon.