30.4 C
Indonesia
Saturday, September 23, 2023
spot_img

Kisah Kadet Pesawat AURI Serang Belanda Bermodal Senter

Gagalnya perundingan Linggarjati antara sekutu, pemerintah Belanda, dan Republik Indonesia memicu terjadinya Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947.  Belanda berusaha untuk mengintimidasi dan memaksa petinggi negara republik mundur ke pedalaman.

Tak hanya itu, pasukan Belanda juga menghancurkan kekuatan udara milik Republik Indonesia di berbagai daerah.

Seluruh pangkalan udara Republik Indonesia diserang secara bersamaan. Disokong amunisi yang canggih dan memadai, Belanda mengandalkan pesawat tempur P-51 Mustang dan P-40 Kitty Hawk serta pembom B-25/B-26 untuk menghancurkan pangkalan udara milik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Penyerangan terhadap pangkalan-pangkalan udara yang masih dalam proses perintisan tersebut, bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kemampuan AURI, sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk mengadakan serangan udara balasan terhadap Belanda.

Serangan besar-besaran Belanda berhasil memporakporandakan benteng kekuatan AURI. Sejumlah pangkalan udara di Pulau Jawa yang dikuasai Belanda, seperti Pangkalan Udara Bugis (Malang) dan Kalijati.

Selain itu pesawat yang ada di Pangkalan Udara Maospati, Panasan, dan Cibeureum banyak yang dihancurkan Belanda, sedangkan di Pangkalan Udara Maguwo hanya tersisa dua Cureng, satu Guntei, dan satu Hayabusha.

Berbekal empat unit pesawat yang tersisa di Pangkalan Udara Maguwo (sekarang Bandara Adisutjipto), para pilot pesawat AURI melakukan perlawanan. Mereka melancarkan serangan balik terhadap daerah-daerah yang berhasil diduduki Belanda.

Dipimpin oleh Kasau Komodor S. Suryadarma bersama Perwira Operasi Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma, skenario merebut pangkalan udara yang dikuasai Belanda dimulai. Eksekutor penyerangan dipercayakan kepada para kadet penerbang: Mulyono, Sutardjo Sigit, Suharnoko Harbani, dan Bambang Saptoadji.

Sebelum melaksanakan misi operasi penyerangan, ketiga kadet penerbang hanya diberi kesempatan untuk beristirahat sekitar 2 jam. Pada pukul 03.00 dini hari, mereka dibangunkan dan pukul 04.00 sudah harus siap di lapagan terbang Maguwo untuk menerima briefing dari kepala tehnisi,Sudjono.

Tepat pukul 05.00, ketiga pesawat mulai taxi-out ke  posisi take-off. Ketiga pesawat take-off secara bergantian. Untuk membantu tinggal landas, dipasang sebuh lampu sorot pada ujung landasan di belakang pesawat, agar cukup mendapat penerangan. Dengan demikian landasan bisa nampak terang oleh sorot lampu tersebut dan memberi sedikit keuntungan bagi pilot untuk  menentukan batas pesawat baru mulai mengudara.

Dalam penyerangan ini, para kadet tidak diperkenankan menggunakan lampu dan peralatan lain dalam pesawat. Hal ini untuk menjaga kerahasiaan operasi yang sedang dilaksanakan sehingga pihak Belanda tidak dapat mengantisipasi serangan yang bersifat mendadak dari prajurit AURI.

Ketiga pesawat tidak dilengkapi alat navigasi dan komunikasi. Masing-masing penerbang hanya dibekali senter yang berfungsi sebagai alat komunikasi sekaligus navigasi apabila diperlukan. Hal yang cukup berani, mengingat para penerbang ini belum berpengalaman menerbangkan pesawat di malam hari.

Keberanian dan kerjasama para kadet membuahkan hasil. Ketiganya sukses menghancurkan tangsi militer Belanda di tiga kota Ambarawa, Salatiga, dan Semarang. Sayang keberhasilan tersebut harus dibayar mahal

Tepat pada 29 Juli 1947, sebuah pesawat Dakota VT-CLA yang membawa sumbangan obat-obatan untuk Palang Merah Indonesia (PMI) dari Singapura, ditembak prajurit Belanda ketika mendekati Pangkalan Udara Maguwo.

sumber: tni-au.mil.id, kompas.com.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

20,753FansSuka
3,868PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Articles