Pada Tahun 2005, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) mengukuhkan keris sebagai warisan benda budaya Indonesia. Dinobatkannya keris sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO melewati perjalanan panjang.
Adalah Haryono Haryoguritno, mantan ajudan Presiden Soekarno yang memperjuangkan penetapan keris Indonesia sebagai warisan dunia. Di kalangan pecinta benda sejarah, Haryono dikenal sebagai pakar keris.
Haryono bersama timnya dari perkumpulan penggemar keris yang pernah dipimpinnya, Damartaji (Persaudaraan Penggemar Tosan Aji), pun berusaha meyakinkan UNESCO agar keris Indonesia diakui dunia sebagai salah satu warisan budaya manusia yang harus dilestarikan. Ia bahkan sampai menulis buku berjudul Keris Jawa, Antara Mistik dan Nalar. Buku itu akhirnya terbit satu tahun setelah keris diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia.
Keris, Meteor, dan Keahlian Mpu
Pada zaman dahulu, keris terbuat dari baja, besi dan serpihan batu meteor yang jatuh ke bumi. Oleh para Mpu (sebutan untuk pembuat keris), keris ditempa dan dibuat sedemikian rupa pada masa itu serta menggunakan perhitungan campuran bahan yang tepat. Lahirlah keris yang sempurna meski dalam pengerjaannya tidak menggunakan alat-alat pembuat senjata yang kita jumpai sekarang, seperti las dan gerinda.
Ketika tanah jawa masih dikuasai kerajaan Hindu-Budha, pembuatan keris sifatnya rahasia dan tidak bisa disaksikan oleh setiap orang. Penggunaan meteor sebagai bahan baku pembuatan keris bukan hal yang sulit pada masa itu. Jawa dikenal sebagai wilayah dengan intensitas tinggi jatuhnya meteor.
Catalogue of Meteorites mencatat sebuah Meteor Jatipengilon pernah jatuh di Alastoewa Madiun tahun 1884 dengan berat 166 kg.
Aneka Keris Nusantara
Dalam buku Keris Jawa Antara Mistik dan Nalar karya Haryono Haryoguritno,
keris adalah salah satu karya nenek moyang bangsa Indonesia dalam khasanah seni tradisional. Pada awalnya, keris memang dibuat sebagai senjata yang digunakan untuk menikam lawan.
Seiring perkembangan zaman, keris berubah menjadi benda seni. Di Jawa keris disebut dengan sebutan Tosan Aji yang artinya besi bernilai. Sementara di daerah lain di nusantara, julukan untuk keris atau tosan aji beragam misalnya tombak, pedang, wedhung, kudhi, badik (Sulawesi), tumbuk lado (Sumatera Barat), rencong (Aceh), patrem, dan cundrik.
Keris sebagai senjata asimetris dapat dijumpai di seluruh kepulauan nusantara, kecuali Maluku, dan Papua. Keris bahkan ditemukan di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina bagian selatan, dan Thailand selatan yang memang terdapat suku melayu. Penemuan keris di negara-negara tersebut tidak mengejutkan. Pasalnya, nenek moyang bangsa Indonesia memang seorang penjelajah sejati dan setiap menjelajah ke suatu negeri, barang bawaan seperti senjata pasti dibawa.
Sebagai sebuah karya seni, keris memiliki nilai falsafah yang luhur. Falsafah yang terkandung dalam keris berkaitan dengan pembuatan dan penempaannya. Keunikan yang berada pada keris menampilkan ciri-ciri kekuatan, kehebatan, kemuliaan, dan kemistikan. Bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam artikel lain.
Keris dalam pandangan Islam
Banyak orang yang menganggap keris adalah produk budaya yang jauh dari ajaran agama Islam. Keris bahkan dianggap musyrik. Padahal dalam pembuatannya, seperti sudah ditulis di awal menggunakan besi dan bukankah besi adalah zat yang diturunkan Allah SWT ke bumi?
Islam adalah risalah yang mengakui teknologi besi. Di dalam besi terdapat manfaat yang sangat besar bagi manusia. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hadid ayat 25 tentang manfaat besi bagi manusia.
‘Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya, padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (QS Al-Hadid: ayat 25).
Nabi Muhammad SAW juga memiliki sejumlah pedang yang terbuat dari besi. Begitu pula para sahabatnya. Pedang-pedang yang terbuat dari besi tersebut Rasulullah SAW dan sahabatnya gunakan dalam peperangan membela Islam.
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada yang salah dari keris dalam pandangan Islam selama digunakan untuk sesuai fungsinya sebagai senjata. Jika sudah dijadikan benda keramat atau disembah, tentunya keris sudah melenceng jauh dan menjadikan seseorang berbuat syirik.
Keris di Masa Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Jika selama ini bangsa Indonesia dikaitkan dengan bambu runcing untuk melawan pasukan Belanda, ternyata masih ada satu senjata lagi yang berperan dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Tak lain dan tak bukan adalah keris.
Salah satu pahlawan yang terkenal dengan kemampuan memaikan keris sebagai senjata adalah Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro memiliki sebuah keris yang berasal dari zaman kerajaan Majapahit, bernama Keris Kyai Nogo Siluman.
Karena berasal dari Jawa, sejumlah pejuang pastinya memiliki keris yang digunakan sebagai senjata. Raja Kasutanan Surakarta, Sri Susuhunan Pakubuwana X diketahu memiliki keris pusaka termuda.
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno juga disebut memiliki sebuah keris. Banyak yang menyebut keris yang dimiliki Bung Karno adalah peninggalan bekas Perang Puputan.
Menurut kabar, keris milik Bung Karno adalah pemberian dari ibunya yang memiliki darah Bali. Keris itu dikabarkan mampu melindungi Bung Karno dengan baik hingga akhirnya melenggang menjadi pemimpin Indonesia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, keris dan kemerdekaan Indonesia tidak dapat dipisahkan. Meski tidak banyak terdengar, namun ada keyakinan pejuang-pejuang yang bergeriliya pastinya tidak hanya mengandalkan senjata api, namun senjata tradisional seperti keris.
Melekatnya budaya leluhur pada masyarakat Indonesia, pastinya mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang, termasuk para pejuang. Keris yang bagi orang Jawa adalah sebuah benda sakral, ‘merasuki’ jiwa pejuang hingga timbul keberanian untuk melawan penjajah yang secara persenjataan jauh lebih lengkap dan modern.
Tugas kita saat ini, bukan berperang dengan keris ataupun unjuk kemampuan memainkan keris di depan publik. Namun menjaga keris sebagai senjata dan budaya tanah air agar tak hilang diberangus oknum yang membenci budaya leluhur sendiri.