Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat seringkali tidak stabil. Di satu hari menguat namun dikemudian hari bisa terjun bebas. Ketidakstabilan ini acap kali membuat ekonomi Indonesia goyang.
Padahal dulu Nusantara memiliki suatu kerajaan dengan mata uang yang stabil dan kuat. Saking kuatnya, para pedagang asing yang datang ke kerajaan tersebut sampai harus menggunakan mata uang itu untuk alat transaksi. Pemilik mata uang itu adalah Kesultanan Aceh.
Kesultanan Aceh mencapai puncak kekuasaan di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Sang raja mampu membawa kerajaan Islam terbesar di Sumatera itu ke era keemasannya.
Salah satu bukti kejayaan Aceh, bahkan sejak masih menjadi Samudera Pasai, terlihat di bidang perekonomian, yakni dengan beredarnya mata uang asli negeri Aceh yang dibuat oleh pemerintahan di sana sejak abad ke-16.
Mata uang di Aceh pertama kali mengalami penempaan pada masa pemerintahan Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahhar (1537-1571). Meski bukan yang pertama memperkenalkannya, penempaan masa Kesultanan Aceh menjadi yang paling maju di Sumatera.
Berdasarkan penelitian ahli dari Belanda menyebut saat itu Aceh belum mengeluarkan mata uangnya namun sudah mampu menempa mata uang dirham yang dibawa para pedagang Arab. Lama kelamaan barulah mereka membuat sistem mata uangnya sendiri.
Penjelajah Portugis Tome Pires di dalam karya Suma Oriental seperti termuat di laman historia.id, pernah melukiskan uang yang beredar di Aceh berupa koin-koin kecil. Koin-koin ini terbuat dari timah dengan cap raja yang sedang berkuasa.
Semakin kuatnya pengaruh mata uang asil Aceh, Sultan Iskandar Muda kemudian memberlakukan aturan penghapusan mata uang asing, terutama berbahan dasar perak yang dibawa orang Spanyol.
Sultan mengganti semua alat tukar di negerinya dengan mata uang emas yang ditempa di bumi Aceh. Hal ini membuat para pedagang asing bertambah panik. Mereka tidak tahu harus bertransaksi dengan apa. Apalagi bagi mereka yang tidak membawa emas dalam perjalanannya.
Sayang, di akhir masa kekuasaanya Sultan Iskandar Muda mata uang Aceh mengalami penurunan nilai. Bahkan Sultan beberapa kali melakukan perubahan untuk mata uang yang beredar.
Namun segala perubahan tersebut tidak membuat mata uang asli Aceh merangkak naik kembali di tambah pedagang asing yang mulai mengakali mata uang tersebut. Di akhir abad ke-17, setelah kepergian Iskandar Muda, mata uang di Aceh mulai kehilangan nilainya dan ditinggalkan.