Sungai dan peradaban manusia tidak dapat dipisahkan. Banyak kompleks peradaban suatu kaum atau bangsa dibangun tidak jauh dari aliran sungai.
Salah satu sungai yang menjadi fondasi peradaban manusia adalah Sungai Citarum. Sungai yang mengalir sepanjang wilayah Jawa Barat ini ikut andil bahkan urat nadi kerajaan Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara merupakan jejak sejarah yang menghadirkan bukti adanya peradaban di Sungai Citarum. Pusat kerajaan terletak di tepi Sungai Citarum, dibangun Maharesi Jayasinghawarman, raja pendahulu Punawarman.
Dikutip dari Mongabay.co.id, berdasarkan naskah Wangsakerta, pusat Kerajaan Tarumanagara terletak di tepi sungai. Meski, tak diketahui persis letaknya. Namun, berdasarkan temuan arkeologi, lokasi kerajaan berada di muara sungai Citarum.
Telaah inskripsi dari Prasasti Tugu yang merupakan salah satu artefak peninggalan kerajaan Tarumanegara mengisyaratkan masyarakat d kerajaan tersebut hidup dengan bercocok tanam. Mereka membangun saluran irigasi di sepanjang daerah aliran sungai Citarum.
Citarum Ditangan Raja Purnawarman
Raja ke-3 Kerajaan Tarumanegara, Purnawarman dikenal sebagai raja yang sangat perhatian terhadap sungai Citarum. Ia sadar kerjaaan dan rakyatnya sangat bergantung pada sungai sepanjang 270 kilometer ini.
Ia bahkan memindahkan pusat kerajaan yang tadinyadi Jayasinghapura ke Sundapura (sekarang wilayah dekat Bekasi-red) yang tidak jauh dari pesisir. Ibukota lama, dikutip dari Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-naskah Panitia Wangsakerta Cirebon (2005) karya Ayatrohaedi, berlokasi di puncak perbukitan Jasinga, sebelah barat Bogor.

Di sepanjang aliran sungai Citarum, selain untuk keperluan minum dan mandi, masyarakat Tarumanegara memanfaatkannya untuk irigiasi persawahan. Tidak cuma itu, Citarum memiliki peran penting dalam hubungan Tarumanegara dengan bangsa lain.
Berdasarkan temuan artefak di sekitar kompleks percandian Batujaya, Kabupaten Karawang, kerajaan Tarumanagara mengalami kemajuan pesat karena sudah adanya perdagaganan internasional. Perdagangan tersebut memanfaatkan Citarum sebagai transportasi air.
Meski menjadi tumpuan kerajaan dan masyarakat Tarumanegara, Citarum nyatanya kerap mengancam wilayah kerajaan saat hujan deras. Luapan sungai Citarum seringkali mengakibatkan wilayah kerajaan Tarumanegara dilanda Banjir.
Wilayah Tarumanegara memang rentan diterpa banjir lantaran keberadaan sungai-sungai besar yang sering meluap jika musim hujan tiba. Setidaknya ada empat sungai besar sebagai penyangga Tarumanegara, yakni Cisadane di sisi barat, Ciliwung di tengah, serta Candrabhaga (Kali Bekasi) dan Citarum di timur.
Pada 419 Masehi, Raja Purnawarman memulai sebuah megaproyek Sungai Citarum. Ia memerintahkan Sungai Citarum dikeruk. Selain untuk mencegah banjir masuk ke wilayahnya dan rumah-rumah penduduk, sang raja berharap dengan dikeruknya Citarum saluran irigasi semakin optimal.
Ia juga membangun kanal-kanal di sepanjang aliran citarum dan sungai-sungai kecil yang berada di sekitar kerajaan Tarumanegara. Tujuannya agar meminimalisir potensi banjir menerjang wilayah kekuasan Raja Purnawarman.
Nasib Citarum Masa Kini
Berkembangnya industri modern mengakibatkan pabrik tumbuh subur di sepanjang aliran Sungai Citarum. Pembuangan limbah langsung ke sungai menyebabkan tercemarnya Sungai Citarum.
Kondisi sungai terpanjang di Jawa Barat tersebut juga semakin parah karena faktor lain seperti alih fungsi lahan menjadi pemukiman yang tidak terencana, budidaya pertanian yang tidak sesuai konversi, dan pengambilan air tanah diluar kendali.
Berdasarkan data, ada 2.700 industri sedang dan besar yang membuang limbahnya ke badan sungai, dengan rincian sekitar 53% limbah tidak terkelola. Tidak hanya limbah pabrik, limbah rumah tangga juga semakin membuat sungai yang hulunya ada di Kabupaten Bandung ini semaki tercemar.
Maka tak heran, Sungai Citarum masuk sebagai salah satu sungai terkotor di Indonesia.
Menengok sejarah, Citarum yang pernah menjadi fondasi sebuah peradaban manusia tercanggih di zamannya menjadi miris jika sekarang sungai ini menjadi salah satu sungai terkotor.
Di momen hari sungai yang jatuh pada 27 Juli ini sudah sepantasnya pemerintah baik pusat maupun daerah, pemilik pabrik, dan masyarakat bahu membahu membenahi Sungai Citarum.
Mengembalikan sungai ini menjadi menjadi bersih dan sesuai fungsinya. Menjadikan Citarum kembali menjadi pusat peradaban. Peradaban Indonesia yang modern berlandaskan kecintaan pada alam.
sumber: mongabay.co.id, tirto.id, citarum.org