Di masa lampau, Nusantara sebuah wilayah dengan peradaban berteknologi canggih. Banyak peradaban besar di dunia yang kabarnya berpusat di wilayah yang kini bernama Indonesia.
Bahkan pengaruh peradaban yang ada di Nusantara telah menyebar hingga ke Benua Afrika. Sebut saja nenek moyang bangsa Madagaskar yang menerut banyak penelitian berasal dari Nusantara.
Tidak hanya itu, kerajaan Tarumanegara sudah sejak abad kelima berdagang dengan bangsa-bangsa di luar Nusantara. Hal-hal tersebut dibuktikan dengan adanya catatan sejarah berupa artefak dan situs purbakala lainnya.
Sayangnya, sebagai bangsa yang besar dan penuh catatan sejarah peradaban masa lampau yang begitu mahsyur, kerap kali luput untuk menjaga situs-situs purbakala yang jumlahnya ribuan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Kasus hilangnya Batu Kuya pada 2008 lalu sebagai bukti.
Hilangnya Batu Kuya dan Benda Pusaka Masjid Darussalam
Sebuah situs purbakala berupa batu yang merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegara seberat 6 ton hilang dari lokasinya di hutan lindung Haur Bentes, Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Batu yang dikenal masyarakat dengan nama Batu Kuya itu diangkut menggunakan kontainer. Dinamakan Batu Kuya karena batu raksasa tersebut bentuknya mirip kura-kura atau dalam bahasa Sunda disebut kuya.
Batu tersebut berdiameter sekitar 3 meter dan tinggi sekitar 4 meter. Pada bagian ujungnya terdapat benjolan seperti kepala kura-kura. Hilangnya situs peninggalan abad IV atau ke V tersebut terlambat diketahui aparat setempat.
Batu Kuya diambil dari Sungai Cimanganteung, Kampung Cisusuh, Desa Cileuksa, Kecamatan Sukajaya. Batu-batu tersebut diangkut menggunakan alat berat dan dimasukan ke dalam kontainer.
Tidak sampai disitu, situs purbakala yang dipercaya telah ada sejak zaman kerajaan Tarumanegara itu bahkan telah dijual ke kolektor batu di Korea Selatan.
Tak cuma situs purbakala, benda pusaka pada zaman kerajaan Islam pun ikut raib. Seperti yang terjadi di Majalengka, Jawa Barat.
Sebuah masjid yang dibangun sejak abad ke-14 dan merupakan yang tertua di Majalengka, Masjid Darussalam menyimpan banyak benda pusaka seperti tombak dan tongkat kayu sebanyak 28 buah, batok bertengger, keris dan beberapa sarungnya, pecahan-pecahan piring porselen, bola besi hingga kursi antik.
Namun kurangnya penjagaan membuat sejumlah benda pusaka raib digondol pencuri. Terakhir, pencurian benda pusaka itu terjadi pada 2018. Pencuri masuk melalui jendela masjid yang dibangun atas perintah utusan Sunan Gunungjati.
Pencuri berhasil membobol pintu penyimpanan pusaka yang terletak di samping mihrab di ruang utama masjid. Tidak hanya saat sepi, benda pusaka di Masjid Darussalam juga hilang saat dimandikan.
Kurang Peduli Sejarah
Hilangnya benda-benda sejarah secara tidak langsung membuktikan ketidakpedulian masyarakat Indonesia terhadap masa lalu negerinya. Ketidakpedulian yang tertanam sejak dini.
Koordinator IndoWYN Lenny Hidayat, Program Specialist Unesco Office, Jakarta, Masanori Nagaoka, dan Wakil Koordinator IndoWYN Hindra Liu seperti dikutip dari Kompas.com, menyebut generasi muda Indonesia kurang peduli terhadap budaya negeri sendiri. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya informasi kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Bangsa Indonesia
Saat di bangku sekolahpun tak jarang siswa menghindar dari pelajaran sejarah karena dianggap bersifat hafalan dan materinya terlalu banyak.
Padahal, penekanannya bukan di sejauh mana yang dihafalkan atau seberapa banyak buku materi yang dibaca, melainkan penanaman kecintaan terhadap budaya dan sejarah Indonesia yang ujungnya tumbuh keinginan untuk menjaga benda-benda sejarah sebagai bagian dari kewajiban sebagai rakyat Indonesia.
Jika ketidakpedulian ini terus berlanjut, maka tidak heran di masa mendatang akan semakin banyak benda-benda pusaka tau situs purbakala yang hilang dan berada di negeri lain. Negeri yang lebih mencintai sejarah Indonesia ketimbang rakyat Indonesinya sendiri.